Kamis, 26 Maret 2015

Sebuah Prinsip

Aku pernah mendengar kisah seorang teman yang sangat menginspirasi dan hingga kini aku yakini sebagai prinsip terbaik dalam hidupku. Dia baru saja putus dari pacarnya setelah sekitar 7 tahun berpacaran, tanpa adanya pertengkaran atau ketidakcocokan. Mereka putus karena sang wanita merasa hampir setengah hidupnya diisi oleh sang pria. Padahal belum tentu pria tersebut yang akan menjadi pendampingnya di dunia dan akhirat. Dia tidak ingin hidupnya di masa depan terlalu berkaitan dengan sosok pria tersebut.
Hal ini membuatku berpikir dan merasa bersyukur karena selama ini aku tidak pernah mengalami hal tersebut. Dari kecil memang aku tidak pernah menjalin hubungan spesial dengan seseorang. Bukan berarti aku tidak peduli dengan orang-orang di sekitarku.
Aku pernah mengalami sedikit trauma masa kecil, ketika aku duduk di kelas 2 SD. Saat itu salah seorang temanku mengirimkan surat cinta ala bocah padaku. Bukannya merasa senang, aku justru menyerahkan surat tersebut pada mama sambil menangis. Entah apa yang terjadi pada surat itu selanjutnya. Rasa tidak nyaman mendadak muncul ketika aku mengetahui ada seseorang yang "menyukaiku". Hal tersebut bagiku adalah bentuk perlindungan dari Allah agar aku tidak menyia-nyiakan waktuku untuk hal yang disebut "pacaran".
Ya, menurut pendapat Acha (22) pacaran bukanlah sebuah kebutuhan untuk hidup. Toh sekarang aku masih bisa bergaul dengan banyak teman. Proses "mengenal lebih dalam" yang menjadi salah satu alasan orang untuk berpacaran bisa dilakukan melalui pertemanan, justru lebih apa adanya tanpa peran yang dibuat-buat. "Menjadikan pacar sebagai motivasi" hanya alasan belaka. Masihkah motivasi itu kurang ketika menyaksikan orang tua yang berjuang untuk kesuksesan kita.
Sempat dalam beberapa kesempatan aku hampir goyah dengan prinsip tersebut. Namun saat itu, aku selalu membayangkan betapa bahagianya imamku kelak jika dia menjadi satu-satunya pria yang aku cintai. Dan betapa hinanya aku ketika masih terbesit orang lain selagi imamku berusaha menunjukkan jalan menuju surga-Nya.
Bukankah lebih baik kita memantaskan diri untuk menjadi pendamping orang yang shalih? Bimillahirrahmaanirrahiim.

Selasa, 17 Maret 2015

Fire Wing 30 Minutes

Memasak mungkin bagi beberapa orang merupakan profesi, buatku memasak adalah kebutuhan dan hobi. Untuk pertama kalinya aku ingin membagi resep sederhana yang bisa dilakukan hanya dalam 30 menit, yaitu Fire Wings. Beberapa waktu yang lalu kuliner ini cukup banyak diperbincangkan dan menjadi menu andalan di beberapa tempat makan. Untuk membuatnya ternyata sangat mudah dan cepat. Berikut bahan yang harus disiapkan:
☑250 gr sayap ayam (aku selalu meng"ungkep" ayam sebelum dimasak, agar matang sampai dalam. Namun bisa juga direbus sebentar dengan garam atau langsung)
☑3 sdm adonan tepung serbaguna, tambahkan tepung terigu atau tepung maizena secukupnya.
☑1 sdm saus barbeque (del monte)
☑1 sdm saus cabai
☑2 sdm kecap
☑Bubuk cabai sesuai selera
☑Minyak untuk menggoreng
Cara membuatnya:
◻Buat adonan tepung dan celupkan ayam pada adonan.
◻Goreng ayam di minyak panas hingga berwarna kecoklatan.
◻Campurkan saus barbeque,saus cabai, kecap dan bubuk cabai di wadah.
◻Masukkan ayam goreng dan aduk hingga semua bagian terkena saus.
🕑

Fire Wings siap disajikan!

Sabtu, 14 Maret 2015

Sabtu di Cilegon

Hai folks, setelah sekian lama acha berhasil membuka lagi blog ini. 😊😁
Sejak 7 bulan lalu acha tinggal di Cilegon untuk mulai bekerja. Yup, kehidupan santai di kampus sudah berakhir dan memasuki episode baru yang "katanya" lebih nyata. Sekarang acha kerja di sebuah Petrochemical Company sebagai Engineer. Alhamdulillah semua berjalan sesuai keinginan acha.
Cilegon kota yang cukup nyaman sejujurnya, namun magnet Bandung masih terlalu kuat hingga seringkali saat weekend acha "pulang" ke Bandung sekedar untuk bertemu teman-teman. Minggu ini acha juga berencana ke Bandung lagi setelah 2 minggu hanya berdiam diri di kosan. Namun karena satu dan lain hal, rencana dibatalkan. Dan inilah saatnya untuk mengexplore cilegon (kawasan PCI dulu lah).
Perjalanan dimulai pagi hari dengan tujuan "Nasi Pecel Blok B" yang berjarak sekitar 937m dari kosan. Jarak yang cukup jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki. Acha dan Aidia dengan semangatnya menempuh 300m pertama dan selanjutnya dipenuhi dengan keluhan ini dan itu 😸.
Sesampainya di blok B, Kami tak menemukan nasi pecel yang dimaksud hingga harus bertanya ke pembeli toko kelontong sekitar situ. Akhirnya kami menemukan warung pecel tersebut walau masih agak ragu apakah benar itu warung yang dimaksud.
Setelah membeli 3 bungkus nasi pecel, kami ingin segera pulang karena rasa lapar sudah tak tertahan. Muncullah ide melalui jalan pintas agar lebih cepat. Kami berjalan melewati perumahan untuk mencari jalan tembusan. Petunjuk yang kami tahu adalah sungai yang mengarah ke Jalan Raya PCI. Namun setelah berjalan cukup jauh, kami tak juga menemukan sungai tersebut malah masuk ke area perumahan padat dengan jalannya yang becek sisa hujan semalam. Melewati perumahan tersebut agak membuat kami takut karena kami bertemu ibu-ibu perokok, sekumpulan orang yang menatap aneh ke kami, hingga jalan sepi yang ternyata mengarah ke TPU.
Setelah menyerah dengan keadaan yang cukup menegangkan tersebut, kami bertanya kepada salah satu warga untuk menunjukkan arah ke PCI. Beliau menyarankan kami untuk menelusuri jalan yang tadi kami lalui dan kembali melewati blok B. Aaah itu jauh bangeeet.
Akhirnya kami memutuskan untuk naik angkot atau ojek yang melewati jalur Lingkar Luar Cilegon. Ternyata tak ada ojek ataupun angkot yang lewat hingga kami harus berjalan di pinggir dengan truk besar yang lewat disamping kami. Setelah sekitar 200 m melewati Lingkar Luar, Alhamdulillah kami bertemu angkot. Kami memutuskan naik angkot karena jalur lingkar masih 800m lagi. Setelah keluar dari lingkar luar, kami berganti angkot PCI hingga sampai rumah.
Alhamdulillah kami selamat sampai rumah dengan celana penuh cipratan lumpur jalan dan dengan 3 bungkus Pecel Blok B.
Mission completed! 💪😁